Bengkulu, nvestigasi.news – Skandal memilukan kembali menodai dunia pendidikan di Bengkulu. Sebanyak **43 siswa SMA Negeri 5 Bengkulu diusir secara paksa** oleh kepala sekolah dengan dalih tidak tercatat dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik).
Puluhan orang tua murid yang murka langsung mendatangi Kantor Ombudsman Provinsi Bengkulu pada Senin (15/9/2025). Mereka menilai kepala sekolah telah melakukan tindakan diskriminatif, sewenang-wenang, dan mencoreng martabat pendidikan negeri.
“Anak saya dipaksa keluar hanya lewat telepon, tanpa surat resmi, tanpa alasan masuk akal. Mereka sudah diterima, sudah belajar, lalu tiba-tiba diusir. Ini pelecehan terhadap hak anak kami!” tegas Yanto, salah seorang wali murid dengan suara lantang.
Lebih ironis lagi, dari 43 siswa yang dicoret, **10 orang tetap dipertahankan di sekolah**, sementara sisanya diperlakukan seperti ‘anak tiri’. Mereka hanya diperbolehkan menumpang belajar di perpustakaan, bahkan sempat digiring ke kantin setelah pihak sekolah ditegur.
Kemarahan wali murid memuncak. Mereka menuding kepala sekolah sebagai biang kerok yang merusak dunia pendidikan. Desakan pun mengalir deras ke Gubernur Bengkulu, Helmi Hasan.
“Pak Gubernur, jangan tutup mata! Copot kepala sekolah yang sudah zalim terhadap anak-anak kami. Kalau pendidikan negeri bisa seenaknya menendang siswa, untuk apa lagi sekolah berdiri?” tegas PV dan QQ, mewakili wali murid.
Asisten Pemeriksaan Ombudsman Bengkulu, Marfisallyna, mengakui laporan sudah ditangani sejak Agustus. Ombudsman telah memanggil kepala sekolah, Dinas Pendidikan Provinsi, dan berkoordinasi dengan gubernur. Namun hingga kini, hasil pemeriksaan masih ditutup rapat.
Tak puas, orang tua murid juga menyambangi Kantor HAM dan kembali mendatangi SMA Negeri 5 Bengkulu. Mereka bertekad **tak akan mundur sejengkal pun** sampai anak-anak mereka mendapatkan kembali hak pendidikan yang dijamin undang-undang.
Kasus ini menjadi tamparan keras bagi Pemerintah Provinsi Bengkulu. Publik kini menanti apakah Gubernur akan berdiri di pihak rakyat, atau membiarkan pendidikan negeri terus dinodai oleh oknum yang memperlakukan sekolah seolah kerajaan pribadi.(lvp)







