Kabupaten Malang, bengkulu.investigasi.news – Terletak di kaki Gunung Tengger, Desa Duwet Krajan dikenal dengan potensi wisata Sumber Pitu. Mata air Sumber Pitu sangat unik karena mata air ini berada di tebing, di mana air yang keluar dari tanah langsung membentuk air terjun dengan jumlah aliran yang sangat banyak.
Diduga bahwa Sumber Pitu merupakan sungai bawah tanah mengingat banyaknya sumber dan debit air yang mengalir dari tebing. Debit air Terjun Sumber Pitu pernah diukur oleh Dinas Pengairan dengan volume sebesar 1200 L/detik.
Meskipun dikenal sebagai desa dengan anugerah potensi wisata air terjun Sumber Pitu yang sudah tercantum dalam peta Desa Duwet Krajan, namun kenyataan pahit harus dirasakan oleh masyarakat desa tersebut.
Kepala Desa Duwet Krajan, Mulyo Siswanto, mengungkapkan kenyataan pahit yang mereka hadapi setelah adanya kerja sama antara pemerintah daerah, yakni eksplorasi air terjun Sumber Pitu antara Pemkab Malang dan Pemkot Malang.
“Setelah eksplorasi air terjun Sumber Pitu oleh Perusahaan Daerah Air Minum di wilayah Pemkot Malang, masyarakat kami kini terbatas dalam beraktivitas di area air terjun Sumber Pitu. Keterbatasan ini mencakup pemanfaatan air untuk kebutuhan sehari-hari, kegiatan tradisional yang sudah disakralkan secara turun temurun, serta pemanfaatan air terjun sebagai lokasi wisata yang seharusnya bisa mendatangkan pemasukan ekonomi,” ujarnya saat ditemui di kantornya, Desa Duwet Krajan, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang, Rabu pagi (30/10/2024).
Eksplorasi sumber mata air di Desa Duwet Krajan telah dilakukan tiga kali dalam kerja sama antara Pemda dan Pemkot Malang. Namun, hingga saat ini belum ada kontribusi nyata bagi pembangunan di Desa Duwet Krajan.
“Tiga kali telah dilakukan eksplorasi sumber air di Desa Duwet Krajan, yaitu Sumber Pelus pada tahun 1980, Sumber Jengglong pada tahun 2000, dan Sumber Pitu pada tahun 2017. Namun, hingga saat ini belum ada kontribusi apa pun dari kerja sama antara Pemda dan Pemkot Malang kepada desa kami,” ungkapnya.
Sementara itu, Desa Duwet Krajan memiliki Tanah Kas Desa (TKD) seluas 8.000 meter persegi, tetapi dengan kondisi tanah yang curam dan tandus sehingga tidak bisa dimanfaatkan untuk pertanian.
“TKD Desa Duwet Krajan tidak mampu memberikan pemasukan karena sulit diberdayakan. Sempat ingin disewakan, tapi hanya ditawar seharga 1 juta per tahun, sehingga tidak bisa memberikan PAD bagi desa,” imbuhnya.
Desa Duwet Krajan, yang terletak di bagian selatan Kecamatan Tumpang dan berbatasan langsung dengan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS), pernah menjadi pusat penghasil buah apel terbaik.
“Saat ini sekitar 90% petani apel di desa kami telah beralih ke pertanian hortikultura sayuran karena tingginya biaya operasional, sehingga kebutuhan air untuk pertanian meningkat tajam. Namun, debit air dari lima sumber mata air yang mengaliri desa kami mengalami penurunan drastis, dengan sistem pengairan yang meliputi Dusun Swaru yang menggunakan mata air Tosari dan mata air Banaspati, Dusun Krajan yang menggunakan mata air Samut, serta sebagian Krajan dan Tosari yang mengandalkan mata air dari Coban Pelangi dan Coban Trisula. Sebagai Kepala Desa, saya sampaikan bahwa desa kami mengalami kesulitan akses terhadap kebutuhan air, terutama di musim kemarau ini,” jelasnya.
Guh