POLITIK BALAS DENDAM VS REFORMASI BIROKRASI

More articles

Manggarai, Investigasi. News – Polemik terkait sejumlah pejabat di lingkup Pemerintah Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang di-nonjob-kan oleh Bupati Manggarai Heribertus Nabit (Heri Nabit) masih terus bergulir di ruang publik.

Pasalnya, hingga kini, publik belum mendapatkan penjelasan resmi yang masuk akal dan argumentatif dari adanya kebijakan pe-nonjob-an sejumlah pejabat yang berstatus PNS tersebut.

Sebagaimana diketahui, pejabat yang
dinonjobkan oleh Bupati Heri Nabit tersebut sebanyak 26 orang,12 pejabat
Eselon III A dan 14 Eselon III B.

Secara lebih rinci, sejumlah pejabat yang dimaksudkan itu terdiri dari 3 orang kepala bagian, 4 orang camat, yakni Camat Reok Barat, Camat Reok, Camat Rahong Utara dan Camat Langke Rembong, dan sisanya terdiri dari sekretaris, KTU dan kepala bidang.

Keputusan nonjob itu sendiri tertuang dalam Surat Keputusan (SK) yang dibacakan Bupati Heri Nabit saat pelantikan 139 pejabat administrator
pada Rabu 2 Februari lalu di Ruteng, ibu kota Kabupaten Manggarai.

Parahnya, dalam Surat Keputusan (SK)
yang diterima oleh sejumlah pejabat yang dinonjobkan tersebut, tidak ada poin yang menjelaskan atau menyebutkan alasan pemberhentian mereka dari jabatan administrator dan diangkat dalam jabatan pelaksana.

Sehingga sejauh ini, 25 pejabat yang di-nonjob-kan tersebut masih belum bisa melaksanakan tugas alias nganggur karena belum mendapatkan perintah untuk tugas di kantor pada OPD tertentu di lingkup Pemerintahan Kabupaten Manggarai.

BERTENTANGAN DENGAN REGULASI

Kebijakan Bupati Manggarai Heri Nabit mendapat sorotan publik di Manggarai. Selain karena sejauh ini publik belum mendapatkan alasan rasional di balik adanya kebijakan itu, hal yang lebih
penting ialah bahwa keputusan itu sangat bertentangan dengan aturan atau regulasi yang ada.

Baca Juga :  Dukung Pemerintah Cegah Covid-19, Kemenkumham Sumbar Gelar Vaksinasi Untuk Masyarakat di Seluruh UPT

Jika dilihat pada aturan hukum kepegawaian, istilah nonjob itu sendiri memang tidak ditemukan. Namun, dengan merujuk pada Ketentuan Hukum Disiplin Pegawai sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Ayat (4) PP No. 53 Tahun 2010, jika istilah nonjob tersebut disamakan dengan istilah Pembebasan dari Jabatan, maka PNS yang dinonjobkan itu pada dasarnya
ialah orang yang telah melakukan pelanggaran dengan Kategori Hukuman
Disiplin Berat.

Pelanggaran-pelanggaran yang dapat
masuk dalam Kategori Hukuman Disiplin
Berat ini ialah seperti seorang PNS terbukti tidak setia dan taat kepada dasar negara, yakni Pancasila dan juga tidak taat dan tidak setia pada UUD 1945.

Kemudian, hal lain ialah bahwa PNS tersebut juga terbukti membocorkan rahasia jabatan, terbukti tidak memberikan pelayanan publik yang baik kepada masyarakat, terbukti tidak masuk kerja tanpa alasan yang jelas selama 41 sampai 45 hari kerja, terbukti tidak mencapai sasaran kerja kurang dari 25% sampai akhir tahun, dan lain sebagainya.

Apabila seorang PNS terbukti melakukan pelanggaran dengan Kategori Hukum Disiplin Berat sebagaimana telah sebutkan di atas, hal itu harus diproses dengan melewati berbagai tahapan pemeriksaan tertentu.

Tahapan-tahapan pemeriksaan itu ialah
mulai dari pemanggilan secara tertulis oleh atasan langsung atau oleh Tim Pemeriksa. Kemudian dilakukan pemeriksaaan secara tertutup yang hasilnya dituangkan dalam bentuk Berita Acara Pemeriksaan (BAP), Pengumpulan Bukti dan Keterangan Saksi.

Baca Juga :  Ikuti Rakor Akselerasi Vaksinasi Covid-19 Bersama Wagub Sumbar, Bupati Agam Sampaikan Capaian Target

Jika dalam proses pemeriksaan ditemukan adanya pelanggaran dan kesalahan, seorang PNS yang bersangkutan baru dapat dijatuhkan sanksi kedisplinan tertentu.

Sanksi yang dapat diberikan juga dilakukan secara berjenjang mulai dari hukuman ringan, sedang dan berat. Salah satu sanksi dalam hukuman berat ialah pembebasan dari jabatan yang dapat disamakan dengan istilah nonjob sebagaimana dilakukan oleh Bupati Heri Nabit tersebut.

Namun terkait dengan sejumlah PNS yang dinonjobkan oleh Bupati Heri Nabit tersebut, semuanya diketahui tidak pernah melakukan pelanggaran hukum yang bertentangan dengan disiplin kepegawaian dan juga semuanya tidak pernah dipanggil untuk diperiksa berkaitan dengan pelanggaran disiplin seperti itu.

Bahkan dari keterangan Kepala Badan
Kepegawaian dan Pengembangan Sumber
Daya Manusia (BKPDSM) Manggarai Maksi Tarsi pada Februari lalu, semua
pejabat yang dinonjobkan tersebut ialah PNS-PNS yang memiliki prestasi.

Selain itu, ia juga mengungkapkan bahwa sejumlah pejabat tersebut ialah orang-orang yang berintegritas dan tidak sedang terkena hukuman apapun terkait bidang tugasnya masing-masing. “Yang jelas mereka orang-orang berkinerja baik,” kata Maksi Tarsi sebagaimana diberitakan Viva pada Jumat (4/2) lalu.

ANTARA REFORMASI BIROKRASI DAN
POLITIK BALAS DENDAM

Jika dalam kenyataannya bahwa sejumlah pejabat PNS yang dinonjobkan tersebut tidak melakukan pelanggaran yang bertentangan dengan disiplin kepegawaian. Apalagi sebagaimana
disampaikan oleh Maksi Tarsi bahwa semuanya ialah orang-orang yang berprestasi, lalu apa motif di balik keputusan Bupati Heri Nabit itu?

Bukankah orang-orang yang berkinerja baik seperti itu yang sebenarnya dibutuhkan oleh Bupati Heri Nabit untuk menjalankan roda birokrasi pemerintahan? Toh, dalam kampaye Pilkada 2020 lalu, Heri Nabit yang pada saat itu berpasangan dengan
Heribertus Ngabut ialah orang yang
mengusung jargon perubahan untuk
masyarakat Manggarai.

Baca Juga :  Padang Panjang PPKM Level 3, Warga Diimbau Taat Prokes

Sebagaimana diketahui, pada masa kampanye Pilkada 2020 lalu, Heri Nabit dan Heribertus Ngabut mewanti-wanti soal pentingnya perubahan di Manggarai agar kabupaten tersebut menjadi daerah yang Maju, Adil dan Berdaya Saing. Salah satu langkah untuk terwujudnya perubahan itu ialah dengan melakukan reformasi birokrasi.

Keduanya pun menerjemahkan reformasi
birokrasi itu dengan salah satunya ialah terangkum dalam bahasa “The Right Man on the Right Place”. Artinya, setiap organ di dalam tubuh birokrasi, harus ditempati oleh orang-orang yang benar dan
berintegritas; setiap Organisasi Perangkat Daerah (OPD) harus diduduki oleh orang-orang yang berkompeten dan memiliki kapasitas di bidangnya.

Rencana reformasi birokrasi Heri Nabit dan Heribertus Ngabut ini tentu saja sebuah Angin Segar bagi masyarakat Manggarai yang merindukan perubahan. Terbukti bahwa pada Pilkada 2020 lalu, pasangan tersebut dipilih oleh sebagai besar masyarakat Manggarai dan kemudian pada akhirnya dilantik menjadi pemimpin di Kabupaten Manggarai.

Namun, jika merujuk pada keputusan nonjob atas sejumlah pejabat tersebut di atas, reformasi birokrasi yang digaungkan oleh pasangan Heri Nabit dan Heribertus Ngabut pada saat kampaye Pilkada itu ternyata hanyalah daya tipu politik saja dalam rangka memenangkan pertarungan Pilkada 2020 yang lalu itu. Terbukti bahwa hal tersebut tidak direalisasikannya setelah mereka menjabat sebagai pemimpin di Manggarai.

Dengan demikian, keputusan Bupati Heri Nabit yang menonjobkan sejumlah pejabat PNS berprestasi tersebut di atas dapat dinilai sebagai kebijakan yang sentimental karena tidak berlandaskan pada alasan yang rasional atau tidak merujuk, bahkan bertentangan dengan aturan atau regulasi yang ada.

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Latest