Kota Solok, Investigasi.News – Budaya kerja dan pengawasan yang kurang ketat pada proyek pemerintah Kota Solok memunculkan masalah serius dalam penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Hampir seluruh proyek pemerintah di Kota Solok melanggar ketentuan K3, dengan pekerja tidak menggunakan perlindungan seperti helm, rompi, sepatu khusus, dan alat pelindung diri lainnya.
Ini bertentangan dengan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 yang mengatur K3 sebagai kewajiban mutlak. Pelanggaran ini dapat dikenai sanksi administratif hingga pidana sesuai ketentuan yang berlaku.
Menurut Ega Yudistira dari Lembaga Swadaya Masyarakat GEPAK SOLOK, ketidakpatuhan terhadap standar K3 sangat mencolok pada Proyek Pembangunan Masjid Sahara di Kota Solok. Ega menilai, pengawasan di lapangan sangat minim, sehingga para pekerja terpaksa bekerja dalam kondisi berbahaya tanpa perlindungan yang memadai.
“Saat meninjau proyek, saya sangat miris melihat tenaga kerja yang tidak menggunakan helm dan rompi. Mereka bekerja di ketinggian tanpa perlindungan yang sesuai, dikelilingi oleh material berbahaya seperti besi runcing dan paku. Ini jelas melanggar ketentuan keselamatan kerja,” kata Ega.
Heri, pengawas pelaksana proyek yang ditemui di lokasi, mengakui adanya kekurangan dalam penerapan K3 dan berjanji akan segera melengkapinya. Sementara itu, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basoeki Hadimoeljono menegaskan bahwa pelanggaran terhadap standar keamanan, keselamatan, kesehatan, dan keberlanjutan dalam jasa konstruksi dapat dikenai sanksi administratif. Menurut Pasal 96 UU Jasa Konstruksi, sanksi tersebut mencakup peringatan tertulis, denda administratif, penghentian sementara kegiatan, pencantuman dalam daftar hitam, pembekuan izin, dan pencabutan izin.
Masalah anggaran juga menjadi sorotan. DPRD sebelumnya menyetujui anggaran sebesar Rp 2 miliar untuk pembangunan Masjid Sahara. Namun, anggaran aktual mencapai Rp 5 miliar, yang menimbulkan pertanyaan tentang transparansi dan akuntabilitas.
“Kami minta klarifikasi mengenai status tanah dan dasar hukum pembangunan menggunakan APBD di tanah yang bukan milik Pemko Solok. Kami berharap ada kejelasan mengenai kerjasama antara Pemko dan pihak lainnya sebelum pembangunan dilanjutkan,” tegas anggota Tim Banggar DPRD.
Pembangunan Masjid Sahara menggunakan dana APBD Kota Solok tahun 2024, dengan lokasi di tanah PT. KAI. Tender proyek diumumkan dengan nomor kode RUP 47633273, dan anggaran senilai Rp 5.000.000.000,00. CV. Mitra Karya dari Bogor terpilih sebagai pemenang tender dengan nilai tawaran Rp 3.999.869.469,78 dari 99 penawaran. CV. Bina Citra Konsultan bertindak sebagai konsultan pengawas. Namun, diduga kuat bahwa penerapan K3 di proyek ini hanya bersifat formalitas, dengan spanduk Jamsostek sebagai satu-satunya bentuk perlindungan yang tampak di lapangan.
(Wahyu)